Keanekaragaman tumbuhan Indonesia yang tinggi menghadapi ancaman kepunahan yang nyata di depan mata. Sampai dengan Februari 2023, dari total 4705 jenis tumbuhan Indonesia yang sudah dinilai status konservasinya dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List), satu jenis sudah dinyatakan punah (extinct), 3 jenis dinyatakan punah di alam (extinct in the wild), dan 1070 jenis lainnya (22.7%) terancam kepunahan dengan status kritis (critically endangered), genting (endangered) dan rawan (vulnerable). Satu jenis yang sudah dinyatakan punah adalah Honje (Etlingera heyneana), jenis dari suku jahe-jehean yang hanya diketahui dari awetan herbarium yang dikoleksi tahun 1918 di kawasan TPU Sentiong, Jakarta.
Jumlah jenis tumbuhan Indonesia yang terancam kepunahan semakin meningkat setiap tahunnya. Selain karena pemanenan tumbuhan yang tidak berkelanjutan, jenis invasif, polusi, dan perubahan iklim, ancaman terbesar datang dari alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertanian, pemukiman, dan pertambangan. Sebagai contoh, karena tingginya populasi penduduk dan aktivitas ekonomi di Pulau Jawa, hutan alaminya telah banyak dikonversi menjadi area penggunaan lainnya sehingga tutupan hutan saat ini tersisa tidak lebih dari 10% total luas pulau. Hal ini tentu saja akan berpengaruh negatif terhadap kesintasan tumbuhan, terutama 652 jenis endemik yang hanya tumbuh di Pulau Jawa dan tidak ditemukan di tempat lainnya di dunia.
Daftar Merah IUCN mencatat 112 jenis tumbuhan di Pulau Jawa terancam kepunahan, di mana 6 jenis di antaranya kemungkinan sudah punah dan satu jenis berstatus punah di alam. Untuk menyelamatkan tumbuhan terancam kepunahan Indonesia, diperlukan penyusunan strategi dan rencana aksi konservasi yang efektif dan menyeluruh. Selain itu, pendekatan strategi konservasi jenis tumbuhan di habitat alaminya (in-situ) perlu didukung dengan penyelamatan jenis di luar habitat alaminya (ex-situ), seperti di arboretum, hutan kota, dan kebun raya.
Koleksi ex-situ berperan sebagai asuransi masa depan, sebagai cadangan jika terjadi gangguan terhadap populasi alami suatu jenis sehingga mengalami kepunahan. Selain itu, mereka juga berfungsi sebagai media pembelajaran publik, bahan penelitian, dan sumber bahan perbanyakan untuk mendukung program pemulihan jenis dan ekosistem di masa depan. Sayangnya, jumlah jenis tumbuhan terancam punah Indonesia yang sudah dikoleksi secara ex-situ masih sangat sedikit sekali. Berdasarkan data website Manajemen Koleksi Kebun Raya Indonesia (MAKOYANA), lima kebun raya di bawah pengelolaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sampai saat ini baru mengoleksi 240 jenis atau 22.4% dari jumlah jenis tumbuhan terancam kepunahan di Indonesia.
Upaya perlindungan tumbuhan terancam kepunahan saat ini belum mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Pada Peraturan Menteri Kehutanan (Permen LHK) No. P.20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, hanya 127 jenis tumbuhan Indonesia yang dilindungi. Pada tahun yang sama, peraturan ini mengalami dua kali perubahan, di mana pada perubahan keduanya (Permen LHK No. P.106) sebanyak 10 jenis tumbuhan dikeluarkan dari daftar lindungan. Padahal, 6 dari 10 jenis yang dikeluarkan ini berstatus terancam punah menurut IUCN Red List.
Selain itu, 3 jenis yang dikeluarkan merupakan jenis endemik dengan sebaran sangat sempit dan berstatus Kritis (Critically Endangered). Ketiga jenis tersebut adalah: 1) Lagan Bras (Dipterocarpus cinereus), jenis keruing endemik Pulau Mursala di Sumatera Utara, 2) Plahlar (Dipterocarpus littoralis), jenis keruing endemik Cagar Alam Nusakambangan Barat di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, dan 3) Kokoleceran (Vatica bantamensis), jenis resak endemik Taman Nasional Ujung Kulon di Banten.
Sejatinya, konservasi tumbuhan terancam kepunahan mempunyai peran yang strategis dalam mendukung pencapaian beberapa agenda pemerintah, baik pada level nasional maupun internasional. Pada level nasional, konservasi tumbuhan terancam kepunahan selaras dengan salah satu dari empat pilar penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional IV (RPJMN) 2020 – 2024, yaitu terwujudnya keanekaragaman hayati yang terjaga. Selain itu, peningkatan konservasi tumbuhan juga mendukung salah satu misi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025, yaitu mewujudkan Indonesia asri dan lestari yang ditandai dengan terpeliharanya kekayaan keragaman jenis.
Pada level global, konservasi tumbuhan terancam kepunahan mendukung Indonesia dalam pencapaian dari 5 tujuan dan 16 target dari Global Strategies for Plant Conservation (GSPC), salah satu agenda dari Convention on Biological Diversity (CBD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity.
Selain itu, konservasi tumbuhan berkontribusi dalam mendorong Indonesia mencapai tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs), terutama mendukung penggunaan ekosistem darat yang berkelanjutan (SDG15). Konservasi tumbuhan juga relevan dalam pencapaian pengurangan angka kemiskinan (SDG1) dan kelaparan (SDG2), peningkatan kesehatan masyarakat (SDG3), penyediaan air bersih (SDG6) dan energi bersih dan terbarukan (SDG7), serta terbentuknya wilayah perkotaan yang berkelanjutan (SDG11) dan peningkatan mitigasi perubahan iklim (SDG13).
Dr. Iyan Robiansyah peneliti pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan BRIN, anggota Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI) dan Indonesian Plant Red List Authority (IPRLA)
(mmu/mmu)