Indonesia dan Malaysia layaknya dua saudara yang saling menyayangi, namun selalu berseteru karena hal-hal kecil. Mulai dari saling klaim budaya, fanatisme suporter sepakbola, dan friksi lainnya yang seharusnya tidak terjadi di antara dua entitas yang memiliki kedekatan dari banyak hal. Dua negara yang serumpun ini memiliki cukup banyak persamaan dibandingkan perbedaan yang sering ditonjolkan.
Jika dianalisis dari pendekatan idiosinkratik dan perspektif Konstruktivisme ,maka proyeksi hubungan Indonesia-Malaysia di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim memberi harapan baru bagi peningkatan hubungan yang lebih harmoni antara kedua negara.
Pendekatan idiosinkratik menekankan pada karakteristik yang dimiliki oleh seorang individu dalam membuat suatu keputusan. Pendekatan ini menekankan individu sebagai pengambil keputusan yang memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam proses pembuatan kebijakan. Pembuat kebijakan luar negeri suatu negara berkaitan dengan karakteristik pribadi para pemimpin politik yang membawa pengaruh besar.
Individu dalam mengambil suatu keputusan ini dapat dilihat dari kepribadiannya yakni gaya kepemimpinan politik, penggunaan penasihat, dan pola pemrosesan https://news.detik.com//kolom/d-6594561/anwar-ibrahim-dan-harapan-baru-penanganan-tki-di-malaysia dalam kelompok keputusan mereka (Preston, 2006). Sederhananya, jika pemimpin adalah seorang yang moderat yang terbentuk dari kepribadian masa lalunya, maka kemungkinan besar dalam proses pengambilan kebijakannya, dia akan terpengaruh oleh karakter pribadinya sebagai seorang yang moderat.
Jika dia adalah seorang yang rasial dan memandang rendah kelompok lain, maka tentunya dalam proses pengambilan kebijakannya, kemungkinannya dia akan menerapkan kebijakan yang rasialis. Artinya bahwa dalam teori idiosinkratik, kepribadian seorang pemimpin akan mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara sebab kepribadian pemimpin mencerminkan perilaku kebijakan luar negeri suatu negara.
Jika dianalisis dari pendekatan idiosinkratik dan perspektif Konstruktivisme ,maka proyeksi hubungan Indonesia-Malaysia di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim memberi harapan baru bagi peningkatan hubungan yang lebih harmoni antara kedua negara.
Pendekatan idiosinkratik menekankan pada karakteristik yang dimiliki oleh seorang individu dalam membuat suatu keputusan. Pendekatan ini menekankan individu sebagai pengambil keputusan yang memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam proses pembuatan kebijakan. Pembuat kebijakan luar negeri suatu negara berkaitan dengan karakteristik pribadi para pemimpin politik yang membawa pengaruh besar.
Individu dalam mengambil suatu keputusan ini dapat dilihat dari kepribadiannya yakni gaya kepemimpinan politik, penggunaan penasihat, dan pola pemrosesan https://news.detik.com//kolom/d-6594561/anwar-ibrahim-dan-harapan-baru-penanganan-tki-di-malaysia dalam kelompok keputusan mereka (Preston, 2006). Sederhananya, jika pemimpin adalah seorang yang moderat yang terbentuk dari kepribadian masa lalunya, maka kemungkinan besar dalam proses pengambilan kebijakannya, dia akan terpengaruh oleh karakter pribadinya sebagai seorang yang moderat.
Jika dia adalah seorang yang rasial dan memandang rendah kelompok lain, maka tentunya dalam proses pengambilan kebijakannya, kemungkinannya dia akan menerapkan kebijakan yang rasialis. Artinya bahwa dalam teori idiosinkratik, kepribadian seorang pemimpin akan mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara sebab kepribadian pemimpin mencerminkan perilaku kebijakan luar negeri suatu negara.
Sejalan dengan itu teori idiosinkretik terkait pembuat kebijakan luar negeri sebuah negara, dalam studi hubungan internasional, dikenal sebuah perspektif kontruktivisme. Perspektif yang muncul di awal 1990-an pasca berakhirnya perang dingin. Perspektif ini juga biasanya dikenal sebagai penengah dari dua perspektif besar dalam Hubungan Internasional yaitu Liberalisme dan Realisme.
Ada pernyataan yang sangat populer dari tokoh konstruktivisme yang dicetuskan oleh Alexander Wendt bahwa anarchy is what state makes of it --anarki adalah sebuah kondisi yang tercipta oleh kesepakatan-kesepakatan antarnegara. Dasar analisis konstruktivisme tidak berdasarkan pada peristiwa empiris, namun mencoba mengelaborasi prakondisi apa yang terjadi sebelum terjadinya sebuah peristiwa.
Prakondisi yang dimaksud adalah intersubjektif antara aktor yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain kesamaan ide, identitas, dan kepentingan yang pada akhirnya membentuk pemahaman bersama. Poin-poin penting dalam konstruktivisme yang dipaparkan oleh Wendt yang relevan dengan topik yang akan dibahas di sini: struktur sosial terbentuk oleh pemahaman bersama, harapan, dan pengetahuan.
Jalan Politik
Anwar Ibrahim dilahirkan pada 1947 ketika Malaysia masih di bawah jajahan Inggris. Dia tidak meniti jalan politiknya secara instan sebagaimana politisi lainnya yang terjun dalam dunia politik karena orang tuanya pemimpin partai meskipun pada dasarnya dia berasal dari keluarga politisi. Fondasi karier politik Anwar Ibrahim sudah dimulai sejak mahasiswa dengan memimpin gerakan di Universitas Malaya, bahkan sangat sering ikut dalam aksi unjuk rasa.
Pada perjalanan selanjutnya, Anwar Ibrahim mendirikan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Islam di Malaysia.
Anwar Ibrahim memiliki rekam jejak historis yang cukup kuat dan erat dengan Indonesia. Kedekatan yang tumbuh ketika dirinya dipecat dan disingkirkan oleh Mahathir Mohammad dari UMNO pada 1998. Tidak hanya dipecat, Anwar Ibrahim juga ditangkap.
Ketika Anwar Ibrahim mengalami masa sulit, BJ Habibie mengajukan permintaan khusus untuk tidak menangkap Anwar Ibrahim. Bahkan setelah dilepaskan dan berobat di Jerman, Anwar Ibrahim menginap di rumah Habibie semasa pemulihan. Dalam beberapa kesempatan, Anwar Ibrahim selalu mengatakan bahwa Habibie sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri. Selain dengan Habibie, Anwar Ibrahim juga dikenal sangat dekat banyak politisi Indonesia termasuk mendiang mantan presiden Abdurrahman Wahid.
Menjadi Momentum
Keberhasilan Anwar Ibrahim meraih pucuk pimpinan Perdana Menteri Malaysia diharapkan menjadi momentum untuk membangun relasi antara Indonesia dan Malaysia dalam bentuk kerja sama yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan menggunakan pendekatan idiosinkratik dan teori konstruktivisme, tentunya hipotesis ini bisa terjustifikasi.
Sosok Anwar Ibrahim yang memiliki kedekatan secara historis dengan tokoh penting Indonesia bisa menjadi jembatan untuk membangun dan memperkokoh hubungan Indonesia-Malaysia yang sudah lama terkoyak karena faktor eksternal. Kebijakan pemerintahan Anwar Ibrahim diharapkan menguntungkan Indonesia dalam hal penanganan persoalan TKI.
Selama ini, pemerintah Malaysia seakan mengabaikan TKI bahkan terkadang melakukan diskriminasi terhadap mereka, namun dengan hadirnya sosok Anwar Ibrahim diharapkan mampu mengkanalisasi sebuah regulasi domestik Malaysia untuk mengakomodasi kepentingan TKI agar lebih manusiawi.
Antusiasme terhadap Anwar Ibrahim juga diekspresikan oleh TKI yang ada di Malaysia. Pasca pengumuman kemenangan Anwar Ibrahim, mayoritas TKI menaruh harapan besar bagi Anwar Ibrahim dalam hal membuat kebijakan terkait penanganan TKI.
Dalam teori ideosinkretik disebutkan bahwa karaktek pribadi seorang pemimpin akan mempengaruhi pola kebijakan luar negeri suatu negara. Anwar Ibrahim dikenal sebagai pribadi yang moderat dan memperhatikan nasib masyakarat yang terpinggirkan. Dalam wawancaranya ketika berkunjung ke Indonesia, Anwar Ibrahim ditanya oleh wartawan bahwa kenapa dia tetap konsisten untuk bertarung di arena politik Malaysia sedangkan dia sudah berkali-kali dipenjara.
Humanity, jawaban yang singkat namun menggambarkan bahwa ada nilai kemanusiaan yang dipegang erat oleh Anwar Ibrahim.
Dalam wawancara tersebut, Anwar Ibrahim melanjutkan jawabannya bahwa jika dia dipukul orang, maka dia akan memaafkan; jika uangnya dicuri pun dia akan memaafkan orang tersebut, namun jika harta rakyat yang diambil, maka dia sama sekali tidak akan ikhlas. Sebuah prinsip yang tentunya menggambarkan pribadi seorang Anwar Ibrahim. Bahkan yang lebih mencengangkan bahwa Anwar Ibrahim tidak mengambil gajinya sebagai seorang Perdana Menteri yang mencapai 80.000 ringgit, angka yang tidak kecil namun karena keteguhannya dalam memperjuangkan nasib rakyatnya sehingga dia menempuh jalan yang sebagian orang menganggapnya anomali.
Dalam pendekatan idiosinkratik, karaktek Anwar Ibrahim tersebut mengafirmasi bahwa kebijakan yang akan diambil dalam periode kepemimpinannya akan menggambarkan sebuah kebijakan yang menekankan pada kepentingan orang banyak. Kepeduliannya terhadap masayarakat kecil tentunya akan menjadi sebuah gambaran bahwa Anwar Ibrahim akan memperhatikan nasib TKI yang selama ini dimarjinalkan oleh pemerintah Malaysia sebelumnya.
Selain pendekatan idiosinkratik, harapan kebijakan Anwar Ibrahim yang akan memperhatikan nasib TKI dapat dianalisis dari perspektif konstruktivisme. Sebagaimana asumsi dasar dari konstruktivisme bahwa sebuah fenomena terjadi karena adanya prakondisi antarpemimpin yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain kesamaan ide, identitas dan kepentingan yang pada akhirnya membentuk pemahaman bersama.
Tentunya bahwa sudah terjalin komunikasi antara Anwar Ibrahim dengan pemimpin Indonesia karena Anwar Ibrahim merasa sangat dekat dengan Indonesia termasuk dengan para pemimpinnya. Kedekatan tersebut yang diyakini oleh perspektif konstruktivisme akan melahirkan sebuah kebijakan yang menguntungkan kedua pihak.
Menarik untuk menunggu realisasi kebijakan pemerintahan Anwar Ibrahim terhadap penanganan TKI di Malaysia.
Minhajuddin dosen Perdagangan Internasional Unisa Bandung
Minhajuddin dosen Perdagangan Internasional Unisa Bandung
Simak juga 'Anwar Ibrahim Cerita RI Pernah Kirim Dokter-Dosen ke Malaysia':
(mmu/mmu)