Apapun maknanya, seorang pemimpin sebelum jadi pemimpin terlebih dahulu harus dipimpin. Dari yang "dipimpin" untuk menuju yang "memimpin", prosesnya sudah sedemikian rupa dihitung dengan segala teori dan strategi yang kukuh. Sehingga proses ini menjadi sistem yang mapan. Pada institusi TNI telah terepresentasikan, dan ini sebagai dasar kekuatan mencapai regenerasi kepemimpinan.
Jadi ketika di tengah jalan pemimpin berhalangan, sistem yang mapan ini dengan cepat mempeluangi hadirnya pengganti untuk memimpin. Sebutlah ketika pada suatu pertempuran seorang komandan gugur, maka secara otomatis langsung tampil penggantinya, karena pertempuran tidak boleh berhenti.
Mekanisme ini menjadi persenyawaan solid TNI; rotasi kepemimpinan sudah alami sehingga ketika tidak di medan tempur pun pergantian pimpinan dalam keadaan apapun biasa saja, tak ada masalah. Termasuk, tatkala Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman memasuki masa pensiun pada masa kampanye menjelang Pemilu 2024 --tidak masalah.
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman masing-masing akan memasuki usia pensiun 58 tahun pada 26 November 2023, dan 19 November 2023 ada dalam tahun politik dan masa kampanye Pemilu 2024 --maka bilamana diganti, ini adalah hal biasa. Termasuk, umpamanya, diperpanjang masa jabatannya, juga hal biasa. Karena juga pernah terjadi dalam perjalanan sejarah, di mana masa jabatan Panglima TNI diperpanjang.
Jenderal TNI Endriartono Sutarto waktu itu masa jabatannya sebagai Panglima diperpanjang. Jenderal TNI Endriartono Sutarto menjabat di era kepemimpinan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, sedianya pensiun pada 2006 atau di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Usulan perpanjangan jabatannya disetujui DPR, maka Jenderal TNI Endriartono Sutarto baru pensiun pada 2007, di usia 59 tahun.
Sistem Sudah Mapan
Wacana yang mencuat belakangan ini bahwa waktu pensiun Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman pada November 2023 tidak ideal karena sudah masuk masa kampanye Pemilu 2024 terus bermunculan. Bahkan ada sejumlah kalangan yang cukup cemas menilai bahwa hal ini bisa memicu dinamika politik memasuki tensi yang memanas jelang Pemilu 2024.
Dalam dunia demokrasi yang sehat, boleh-boleh saja sejumlah wacana demikian muncul. Tetapi untuk proses pergantian kepemimpinan di institusi TNI malah mencuatkan wacana yang mencemaskan, ada baiknya direspons secara mendalam. Hal pertama yang harus ditegaskan bahwa Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman memasuki usia pensiun cukup mepet dengan waktu pemilu, sebenarnya hal ini tidak masalah.
Sistem regenerasi kepemimpinan di institusi TNI sudah mapan. Siapapun yang memimpin TNI, kapan pun dilakukan pergantian pemimpin, tidak akan menjadi masalah. Dengan demikian berpijak dari kepastian ini, maka apa yang jadi pandangan Komisi I DPR bahwa masa pensiun Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman tak perlu diundur hanya karena terlalu mepet dengan kampanye Pemilu 2024 dapat dimengerti dan patut apresiasi.
Regenerasi kepemimpinan TNI harus tetap berjalan. Telah ada ada mekanisme untuk mendukung kinerja, seperti adanya Kasum, Asops, dan beberapa asisten lainnya. Demikian juga di Mabesad, terdapat Wakasad dan Asisten lainnya.
Wacana Ketahanan
Apa pun soalnya, ditunaikan pensiun atau diperpanjang masa jabatan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman selalu berhubungan dengan kepastian --sistem yang mapan. Maka titik tekannya bukan pada wacana apakah pensiun atau diperpanjang masa jabatannya, melainkan wacananya adalah sampai sejauh mana sistem yang mapan harus terus berkelanjutan.
Ini penting, mengingat sistem yang mapan di institusi TNI berhubungan kuat dengan sejauh mana tangguhnya ketahanan dan pertahanan Indonesia modern secara holistik. Maka mengingat hal ini pula keniscayaan perlindungannya dari berkecambahnya evokatif politisasi dalam tahun politik ini.
Perlindungan yang dimaksud agar dalam sistem demokrasi, apa yang didefiniskan sebagai pertahanan negara bisa dirumuskan oleh pemikiran-pemikiran politik yang tetap memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Jandi prinsip demokrasi, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, maupun hukum internasional tak terabaikan dalam penyusunan pertahanan negara.
Jadi di sini istilah "perlindungan" tadi, tak lain sebagai bentuk terjemahan adanya gagasan yang selalu memberikan sugesti kepentingan bersama, agar evokatif politisasi sebagai dinamika jelang Pemilu 2024, tidak lebih. Ketahanan dan pertahanan Indonesia yang utama.
Sistem yang mapan terhadap regenerasi di TNI mempremiskan keutamaan itu, sehingga siapa yang menjadi pimpinan tidak bisa mengalihkan denotasi tesebut. Konsep batas-batasnya sudah tegas terepresentasikan. Tidak bisa lagi teralihkan terhadap kondisi, umpamanya, semacam masa kampanye Pemilu 2024.
Dengan demikian kesulitan masa pensiun Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman sehubungan dengan masa kampanye Pemilu 2024 harusnya sudah tidak ada lagi --sudah tamat pula wacana untuk hal ini. Semua elemen bangsa harus fokus menjaga ketertiban nasional menuju suksesnya Pemilu 2024.
Stabilitas Tahun Politik
Sukses pemilu juga membawa kemajuan bangsa. Kemajuan juga membawa konsekuensi terhadap ketahanan dan pertahanan bangsa. Inilah mengapa sebuah kemajuan menjanjikan keuntungan. Tetapi keuntungan ini sebelum bisa dipetik, bangsa ini harus menyelesaikan konsekuensi-konsekuensinya. Antara lain semua komponen bangsa turut menciptakan makna stabilitas, termasuk dalam tahun politik ini.
Stabilitas di sini berkaitan kuat dengan ekosistem untuk menghidupi dirinya sendiri atau meredam sejumlah gangguan maupun tekanan dari luar. Bisa dibilang bangsa ini bergerak maju karena wataknya. Watak yang masa lalu diterpa oleh keadaan sebuah bangsa dijajah dan dibelakangi, yang teramat sangat pahit dan hina tercerap sehingga semua ini tidak mau lagi terulang. Watak menuju kemajuan inilah menakjubkan: Indonesia bermartabat.
Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS mantan Dirjen Sospol Depdagri dan Gubernur Lemhannas, saat ini Dewan Pakar Bidang Geopolstra BPIP